Sabtu, 09 Februari 2013

Cerita dibalik motif batik

Cerita di Balik Motif Batik

Batik memiliki banyak motif yang melambangkan hal-hal tertentu. Motif batik di Indonesia tercipta dari inspirasi kehidupan dan lingkungan yang dikreasikan menjadi bentuk-bentuk motif kain yang unik. Inspirasi motif kain batik muncul dari berbagai jenis tumbuhan, gunung, hewan, sawah, sungai, laut, dan simbol-simbol kuno kehidupan. Di sini akan dijelaskan beberapa motif batik beserta maknanya.
 .
Kawung
Batik motif Kawung mempunyai makna yang melambangkan harapan agar manusia selalu ingat akan asal usulnya.
Sejarah diketemukannya batik motif Kawung ini adalah ketika ada seorang pemuda dari desa yang mempunyai penampilan berwibawa serta disegani di kalangan kaumnya. Tak lama karena perilaku pemuda ini yang sangat santun dan bijak, hingga membuat namanya terdengar hingga di kalangan kerajaan Mataram.
Pihak kerajaan merasa penasaran dengan kemashuran nama pemuda ini, sehingga diutuslah telik sandi untuk mengundang pemuda ini menghadap raja. Sang telik sandi pun berhasil menemukan pemuda ini.
Mendengar bahwa putranya diundang oleh raja, membuat ibunda merasa terharu dan menggantungkan banyak harapan. Ibunda berpesan agar si pemuda ini bisa menjaga diri & hawa nafsu serta tidak lupa akan asal-usulnya. Untuk itulah ibunda membuatkan batik dengan motif Kawung, dengan harapan putranya bisa menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat banyak.
Tak lama kemudian setelah dipanggil oleh pihak kerajaan dan diberikan beberapa pekerjaan yang selalu bisa diselesaikannya, akhirnya pemuda ini diangkat menjadi adipati Wonobodro. Pada saat diangkat sebagai adipati Wonobodro, pemuda ini mengenakan baju batik pemberian ibundanya dengan batik motif kawung.
Jaman dahulu, batik motif kawung dikenakan di kalangan kerajaan. Pejabat kerajaan yang mengenakan batik motif kawung mencerminkan pribadinya sebagai seorang pemimpin yang mampu mengendalikan hawa nafsu serta menjaga hati nurani agar ada keseimbangan dalam perilaku kehidupan manusia. Batik motif kawung kemudian semakin dikenal dan banyak dipakai oleh masyarakat.
Motif Kawung berpola bulatan mirip buah kawung (sejenis kelapa atau kadang juga dianggap sebagai buah kolang-kaling) yang ditata rapi secara geometris. Kadang, motif ini juga diinterpretasikan sebagai gambar bunga lotus (teratai) dengan empat lembar daun bunga yang merekah. Lotus adalah bunga yang melambangkan umur panjang dan kesucian.
Biasanya motif-motif Kawung diberi nama berdasarkan besar-kecilnya bentuk bulat-lonjong yang terdapat dalam suatu motif tertentu. Misalnya : Kawung Picis adalah motif kawung yang tersusun oleh bentuk bulatan yang kecil. Picis adalah mata uang senilai sepuluh senyang bentuknya kecil. Sedangkan Kawung Bribil adalah motif-motif kawung yang tersusun oleh bentuk yang lebih besar daripada kawung Picis. Hal ini sesuai dengan nama bribil, mata uang yang bentuknya lebih besar daripada picis dan bernilai setengah sen. Sedangkan kawung yang bentuknya bulat-lonjong lebih besar daripada Kawung Bribil disebut Kawung Sen.
.
Taruntum
Menurut kisahnya, motif ini diciptakan oleh seorang ratu yang merasa sedih karena diabaikan oleh raja. Sang Ratu yang selama ini dicintai dan dimanja oleh raja, merasa dilupakan oleh raja yang telah mempunyai kekasih baru. Untuk mengisi waktu dan menghilangkan kesedihan, ratu pun mulai membatik. Secara tidak sadar ratu membuat motif berbentuk bintang-bintang di langit yang kelam, yang selama ini menemaninya dalam kesendirian. Ketekunan ratu dalam membatik menarik perhatian raja yang kemudian mulai mendekati ratu untuk melihat pembatikannya. Sejak itu raja selalu memantau perkembangan pembatikan Sang Ratu, sedikit demi sedikit kasih sayang raja terhadap ratu tumbuh kembali. Berkat motif ini cinta raja bersemi kembali atau tum-tum kembali, sehingga motif ini diberi nama Taruntum, sebagai lambang cinta raja yang bersemi kembali.
Sumber lain mengatakan bahwa motif Taruntum mengambil konsep dari bunga Tanjung. Seringkali dalam upacara pernikahan tradisi Jawa, orang tua pengantin tidak boleh sembarangan memakai jenis motif batik, kecuali motif Taruntum. Harapannya agar pelaksanaan pernikahan berjalan lancar, orang tua mendapat nama harum sesuai dengan bunga Tanjung yang wangi baunya.
Pada saat upacara pernikahan, sering terdengar ucapan-ucapan seperti segera mendapatkan keturunan yang solih dan solihah, berguna bagi keluarga, masyarakat, agama, dan negara. Sebab memang dari keluarga baru itulah diharapkan akan berkembang keluarga-keluarga baru lainnya.
Karena itu, Taruntum juga mengandung makna tumbuh dan berkembang. Demikianlah, orang Jawa selalu mendambakan bagi setiap keluarga baru supaya segera mempunyai keturunan yang akan dapat menggantikan generasi sebelumnya. Generasi baru itulah yang akan menjadi tumpuan setiap keluarga yang baru menikah untuk meneruskan segala harapan dan cita-cita keluarga sekaligus sebagai generasi penerus secara biologis yang mewarisi sifat-sifat keturunan dari sebuah keluarga baru.
.
Parang
Parang berasal dari kata “batu karang”. Motif parang termasuk ragam hias larangan, artinya hanya raja dan kerabatnya yang diijinkan memakai. Besar kecilnya motif parang juga menyimbolkan status sosial pemakainya di dalam lingkungan kerajaan. Parang Barong, merupakan parang paling besar, diatas 20 cm ukuran besarnya garis putih. Raja, permaisuri, dan putra mahkota bebas memakai ukuran parang berapa pun. Para putra putri permaisuri diijinkan memakai ukuran 10 cm, sedangkan para selir raja dibawah ukuran tersebut (8 cm). Para bupati hanya diperkenankan memakai parang ukuran 4 cm.
Motif  ini sangat baik dikenakan ksatria karena menyimbolkan usahanya dalam mempertahankan negara dari ancaman musuh. Hanya saja, parang pantang dipakai mempelai ketika prosesi panggih. Konon, rumah tangga mereka bakalan perang terus.
Arah parang
  • Untuk gaya putri Jogja : arah parang dari kiri atas ke kanan bawah
  • Untuk laki laki jogja : arah parang dari kanan atas ke kiri bawah
  • Untuk gaya surakarta, laki laki dan putri sama arahnya, yaitu dari kanan atas ke kiri bawah
 .
 Parang Barong
Motif batik ini berasal dari kata “batu karang” dan “barong” (singa). Kata barong berarti sesuatu yang besar, dan ini tercermin pada besarnya ukuran motif tersebut pada kain. Motif Parang Barong ini merupakan induk dari semua motif parang. Motif ini mempunyai makna agar seorang raja selalu hati-hati dan dapat mengendalikan diri.
Parang Barong merupakan parang yang paling besar dan agung, dan karena kesakralan filosofinya motif ini hanya boleh digunakan untuk Raja, terutama dikenakan pada saat ritual keagamaan dan meditasi.
Motif ini diciptakan Sultan Agung Hanyakrakusuma yang ingin mengekspresikan pengalaman jiwanya sebagai raja dengan segala tugas kewajibannya, dan kesadaran sebagai seorang manusia yang kecil di hadapan Sang Maha Pencipta.
.
Parang Kusumo
Motif Parang Kusumo mengandung makna hidup harus dilandasi oleh perjuangan untuk mencari keharuman lahir dan batin, yang diibaratkan sebagai keharuman bunga (kusuma). Demikianlah, bagi orang Jawa, hidup di masyarakat yang paling utama dicari adalah keharuman pribadinya tanpa meninggalkan norma-norma yang berlaku dan sopan santun agar dapat terhindar dari bencana lahir dan batin. Walaupun sulit untuk direalisasikan, namun umumnya orang Jawa berharap bisa menemukan hidup yang sempurna lahir batin. Apalagi di zaman yang serba terbuka sekarang ini, sungguh sulit untuk mencapai ke tingkat hidup seperti yang diharapkan, karena banyak godaan. Di jaman materialistis ini, orang lebih cenderung mencari nama harum dengan cara membeli dengan uang yang dimiliki, bukan dari tingkah laku dan pribadi yang baik.
.
Parang Rusak
Parang Rusak biasa digunakan prajurit setelah perang, untuk memberitahu raja bahwa mereka telah memenangkan peperangan.Motif batik Parang Rusak cukup terkenal. Motif yang tampak sederhana ini berbentuk menyerupai jejeran huruf S yang membentuk garis diagonal dengan kemiringan 45 derajat.
Motif batik parang rusak meski asal-usulnya masih menjadi perdebatan, konon katanya motif ini muncul di masa Raden Panji, seorang pahlawan kerajaan Kediri dan Jenggala di Jawa Timur pada abad ke-11. Ada juga yang berpendapat kalau motif batik Parang Rusak adalah karya Sultan Agung dari Mataram (1613-1645) yang terinspirasi dari meditasinya di Pantai Selatan Jawa. Konon Sultan Agung mendapat ilham dari fenomena alam berupa gelombang besar yang memecah karang hingga rusak.
Motif batik Parang Rusak memiliki nilai filosofis yang tinggi, yaitu semangat pantang menyerah seperti ombak laut yang tak berhenti bergerak. Susunan motif batik parang menggambarkan jalinan yang terus tersambung, simbol akan sesuatu yang tak putus baik dalam arti upaya memperbaiki diri, upaya memperjuangkan kesejahteraan, maupun bentuk pertalian keluarga dimana batik motif parang dijadikan hadiah dari generasi tua ke generasi muda para bangsawan. Motif batik Parang Rusak menjadi simbol dari orang tua agar sang anak melanjutkan perjuangan yang telah dirintis leluhurnya.
Garis lurus diagonal pada batik Parang Rusak melambangkan rasa hormat, keteladanan, serta ketaatan pada nilai-nilai kebenaran. Batik Parang Rusak dengan motifnya yang dinamis memuat pesan kecekatan, kesigapan, dan kesinambungan antara suatu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya yang bisa kita maknai sebagai sebuah perbaikan terus menerus tanpa henti.
Namun dibalik makna filosofisnya, batik parang rusak memiliki sebuah mitos yang masih dipercayai orang-orang tertentu. Konon, jika batik parang rusak digunakan dalam sebuah pernikahan akan berdampak buruk pada kehidupan pasangan yang akan menikah, bahtera rumah tangganya bisa dipenuhi percekcokan. Mitos ini muncul dimungkinkan karena karena batik parang rusak dulu cukup dikeramatkan dan dipakai oleh kalangan tertentu dalam acara-acara tertentu saja. Karena tidak pernah dipakai dalam acara pernikahan mungkin masyarakat awam menganggap tidak elok jika batik parang rusak digunakan dalam upacara pernikahan.
 .
Parikesit
Motif  Parikesit mengandung makna bahwa untuk mencari keutamaan harus dilandasi dengan usaha keras dan gesit. Tentu usaha keras dan gesit itu tanpa harus meninggalkan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Bukan sebaliknya usaha keras dan gesit dengan cara kotor, pasti akan sangat dihindari, mengingat dampak yang ditimbulkan bisa sangat berat dan yang jelas pasti akan menjadi bumerang bagi diri-sendiri. Dengan usaha keras dan gesit itulah diharapkan bisa membangun keluarga inti yang sejahtera lahir dan batin.
 .
Sidaluhur
Motif Sidaluhur mengandung makna keluhuran. Bagi orang Jawa, hidup memang untuk mencari keluhuran materi dan non materi. Keluhuran materi artinya bisa tercukupi segala kebutuhan ragawi dengan bekerja keras sesuai dengan jabatan, pangkat, derajat, maupun profesinya.
Keluhuran materi bisa diperoleh dengan cara yang benar, halal, dan sah tanpa melakukan kecurangan atau perbuatan yang tercela seperti korupsi, merampok, mencuri, dan sebagainya.
Walaupun secara materi merasa cukup atau bahkan berlebihan, namun jika harta materi itu diperoleh secara tidak benar, tidak halal, itu tidak bisa dikatakan bisa mencapai keluhuran secara materi. Keluhuran materi akan lebih bermakna lagi apabila harta yang dimiliki itu bermanfaat bagi orang lain dan bisa diberikan dalam berbagai bentuk seperti sumbangan, donasi, hibah, dan sebagainya.
Keluhuran budi, ucapan, dan tindakan adalah bentuk keluhuran non materi. Orang yang bisa dipercaya oleh orang lain, atau perkataannya sangat bermanfaat kepada orang lain tentu itu akan lebih baik daripada orang yang perkataannya tidak bisa dipegang orang lain dan tidak dipercaya orang lain. Orang yang sudah bisa dipercaya oleh orang lain adalah suatu bentuk keluhuran non materi. Orang Jawa sangat berharap hidupnya kelak dapat mencapai hidup yang penuh dengan nilai keluhuran.
.
Sidamukti
Motif Sidamukti mengandung makna kemakmuran. Demikianlah bagi orang Jawa, hidup yang didambakan selain keluhuran budi, ucapan, dan tindakan, tentu agar hidup akhirnya dapat mencapai mukti atau makmur baik di dunia maupun di akhirat. Orang hidup di dunia adalah mencari kemakmuran dan ketentraman lahir dan batin. Kemakmuran dan ketentraman itu tidak akan tercapai jika tanpa usaha dan kerja keras, keluhuran budi, ucapan, dan tindakan. Untuk mencapai itu semua tentu tidaklah mudah. Setiap orang harus bisa mengendalikan hawa nafsu, mengurangi kesenangan, serta selalu berbuat baik tanpa merugikan orang lain agar dirinya merasa makmur lahir batin.
Kehidupan untuk mencapai kemakmuran lahir dan batin itulah yang juga menjadi salah satu dambaan masyarakat Jawa dan tentu juga secara universal. Kehidupan masyarakat Jawa banyak menggunakan simbol-simbol, termasuk pula dalam upacara daur hidup seperti mitoni. Masih banyak upacara-upacara lain yang menggunakan kain bermotif batik ini untuk perlengkapan upacara, seperti upacara ruwatan, upacara srah-srahan, upacara penobatan, upacara tolak bala, dan sebagainya.
.
Megamendung
Pada bentuk Megamendung bisa kita lihat garis lengkung yang beraturan secara teratur dari bentuk garis lengkung yang paling dalam (kecil) kemudian melebar keluar (membesar) menunjukkan gerak yang teratur harmonis. Bisa dikatakan bahwa garis lengkung yang beraturan ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang selalu berubah (naik dan turun) kemudian berkembang keluar untuk mencari jati diri (belajar/menjalani kehidupan sosial agama) dan pada akhirnya membawa dirinya memasuki dunia baru menuju kembali kedalam penyatuan diri setelah melalui pasang surut (naik dan turun) pada akhirnya kembali ke asalnya (sunnatullah). Sehingga bisa kita lihat bentuk megamendung selalu terbentuk dari lengkungan kecil yang bergerak membesar terus keluar dan pada akhirnya harus kembali lagi menjadi putaran kecil namun tidak boleh terputus.
Megamendung melambangkan kehidupan manusia secara utuh sehinga bentuknya harus menyatu. Dilihat dari sisi produksi memang mengharuskan kalau bentuk garis lengkung megamendung harus bertemu pada satu titik lengkung berikutnya agar pada saat pemberian warna pada proses yang bertahap (dari warna muda ke warna tua) bisa lebih memudahkan.
.
Udan Liris
Udan liris berarti hujan gerimis. Motif ini mengandung makna ketabahan dan harus tahan menjalani hidup prihatin biarpun dilanda hujan dan panas. Demikianlah bagi orang hidup berumah tangga, apalagi bagi pengantin baru, harus berani dan mau hidup prihatin ketika banyak halangan dan cobaan, ibaratnya tertimpa hujan dan panas, tidak boleh mudah mengeluh. Segala halangan dan rintangan itu harus bisa dihadapi dan diselesaikan bersama-sama. Suami atau istri merupakan bagian hidup di dalam rumah tangga. Jika salah satu menghadapi masalah maka pasangannya harus ikut membantu menyelesaikan, bukan sebaliknya justru menambahi masalah. Misalkan, apabila suami sedang mendapat cobaan tergoda oleh wanita lain, maka sang istri harus bisa bijak mencari solusi dan mencari permasalahan. Begitu pula sebaliknya jika sang istri mendapat godaan dari pria lain, tentu suami harus bersikap arif tanpa harus menaruh curiga yang berlebihan sebelum ditemukan bukti.

0 KOMENTAR: